May 2, 2016
Apr 16, 2016
KPO & Nadwah Sahsiah 2016
Alhamdulillah...ala kullihal wa ni'mah...
*13-15 April 2016 bertempat di Gelora Beach Resort, Bachok.
* 22 peserta kepimpinan pelajar.
* 03 fasilitator
* Pengisian : Tips kepimpinan berkesan, liqa' murajaah, kepentingan berjemaah, personaliti pemimpin, debat, kerohanian, muhasabah diri, pengurusan mesyuarat, pembinaan minit mesyuarat dan rehlah minda...etc.
>> terima kasih kepada semua pihak atas sokongan dan dokongan...
# kepimpinanmelaluitauladan
#mempersiapgenerasimengisikemenanganIslam
Apr 15, 2016
Refleksi Diri...
Apr 13, 2016
Rahsia Cemerlang dalam Ujian
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 249 ayat
“Maka tatkala Thalut keluar membawa tenteranya, ia berkata:
‘Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa
di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia dari kalangan pengikutku.
Dan barangsiapa yang tidak meminumnya, kecuali menciduk seciduk tangan, maka
ia adalah pengikutku.’ Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang
di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama
dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata:
‘Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.’
Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata:
‘Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang
banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.’”
(QS. Al-Baqarah: 249)
Allah memberitakan tentang Thalut, raja Bani Israil, ketika berangkat membawa
bala tentaranya dan orang-orang yang menaatinya dari kalangan Bani Israil.
Pada saat itu bala tentaranya, seperti yang di sebutkan as-Suddi berjumlah
80.000 orang. Wallahu a’lam.
Thalut berkata:(“Sesungguhnya Allah akan menguji kamu.”)
Maksudnya, menguji kalian dengan sebuah sungai. Ibnu Abbas dan ulama lainnya
mengatakan: “Sungai tersebut adalah sungai antara Yordania dan Palestina,
yaitu sungai Syari’ah yang sangat terkenal.
“Tatkala Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka, mereka pun berdo’a: ‘Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir.’ (QS. Al-Baqarah : 250) Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnyaThalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam. (QS. Al-Baqarah: 251) Itu adalah ayat-ayat Allah. Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar seorang di antara nabi-nabi yang diutus.” (QS. Al-Baqarah: 252)
Ketika kelompok orang yang beriman dari kalangan sahabat Thalut yang jumlahnya sedikit menghadapi musuh mereka para sahabat Jalut yang jumlahnya sangat banyak; qaaluu rabbanaa afrigh ‘alainaa shab-ran (“Mereka pun [Thalut dan bala tentaranya] berdo’a: ‘Ya Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami.’”) dari sisi-Mu. Wa tsabbit aqdaamanaa (“’Dan kokohkanlah pendirian kami.’”) Yaitu dalam menghadapi para musuh, jauhkanlah kami dari melarikan diri dan ketidak-berdayaan. Wanshurnaa ‘alal qaumil kaafiriin (“’Dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.’”)
Allah swt. berfirman: fa HazamuuHum bi-idznillaaHi (“Mereka [tentara Thalut] mengalahkan jalut dengan izin Allah.”) Maksudnya, mereka mengalahkan dan menundukkan mereka dengan pertolongan dari Allah Ta’ala yang diberikan kepada mereka. Wa qatala daawuudu jaaluuta (“Dan [dalam peperangan itu] Dawud membunuh Jalut.”) Setelah itu pemerintahan beralih kepada Dawud berikut kenabian yang agung yang dianugerahkan Allah swt. kepadanya. Oleh karena Allah swt. berfirman: wa aataHullaaHul mulka (“Kemudian Allah memberikan kepadanya pemerintahan.”) Yang sebelumnya berada di tangan Thalut. Wal hikmata (“dan hikmah”) Yaitu kenabian setelah Samuel.
Wa ‘allamaHuu mim maa yasyaa-u (“Dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.”) Yaitu berupa ilmu yang dikehendaki Allah yang hanya dikhususkan kepadanya.
Kemudian Allah swt. berfirman: walau laa daf’ullaaHin naasa ba’dlaHum biba’dlil lafasadil ardlu (“Seandainya Allah tidak menolak [keganasan] sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi.”) Maksudnya, kalau saja Allah Ta’ala tidak membela suatu kaum dari serangan kaum yang lain, sebagaimana Dia telah membela Bani Israil melalui penyerbuan Thalut dan keberanian Dawud, niscaya mereka akan binasa. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Sekiranya Allah tidak menolak [keganasan] sebagian manusia derigan sebagian lainnya, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi, dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.” (QS. Al-Hajj: 40).
Dan firman-Nya: wa laakinnallaaHa dzuu fadl-lin ‘alal ‘aalamiin (“Tetapi Allah mempunyai karunia [yang dicurahkan] bagi semesta alam.”) Maksudnya, Dialah yang memberikan karunia dan rahmat kepada mereka, yang menolak kejahatan sebagian mereka atas sebagian lainnya. Dia juga pemilik ketentuan, hikmah, dan hujjah atas makhluk-Nya dalam semua perbuatan dan ucapan mereka.
Lalu Allah berfirman: tilka aayaatullaaHi natluuHaa ‘alaika bilhaqqi wa innaka laminal mursaliin (“Itu adalah ayat-ayat Allah. Kami bacakan kepadamu dengan hak [benar] dan sesungguhnya engkau benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus.”) Artinya, inilah ayat-ayat Allah yang Kami ceritakan kepadamu mengenai orang-orang yang telah Kami sebutkan dengan benar, sesuai dengan kenyataan sesungguhnya dan sesuai dengan kebenaran yang ada di tangan Ahlul Kitab dan diketahui oleh para ulama Bani Israil.”) wa innaka (“Dan sesungguhnya engkau,”) hai Muhammad. Laminal mursaliin (“Benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus.”) Hal ini merupakan pengukuhan dan pemantapan terhadap sumpah.
(“Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku.”)
Artinya, maka hendaklah ia tidak menemaniku menunaikan tugas pada hari ini.
(“Dan barangsiapa tidak meminumnya, kecuali menceduk dengan seceduk tangan,
maka ia adalah pengikutku.”)
Maksudnya, maka tidak mengapa baginya untuk meminumnya sedikit.
Kemudian Allah swt berfirman:
(“Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka.”)
Ibnu Juraij menceritakan, Ibnu Abbas mengatakan: “Barangsiapa yang meminum
dengan cidukkan tangannya, maka ia akan merasa kenyang dan barangsiapa yang
meminum langsung dari sungai tersebut maka mereka tiada akan pernah kenyang.”
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari al-Barra’ bin Azib, ia menceritakan: “Kami
pernah membicarakan bahwa para sahabat Rasulullah, pada hari terjadinya
perang Badar yang berjumlah 313 lebih adalah sama dengan jumlah para sahabat
Thalut yang menyeberangi sungai bersamanya, tidak ada yang menyeberangi
sungai bersamanya melainkan orang-orang yang beriman.”
Hadits senada juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari, oleh karena itu Allah swt.
berfirman:(“Maka ketika Thalut dari orang-orang yang beriman bersama dia
telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata:
‘Tidak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan jalut dan tentaranya.’”)
Artinya, mereka menarik diri untuk menemui musuh mereka karena banyaknya
jumlah (musuh) mereka. Kemudian mereka diberikan dorongan oleh para ulama
mereka bahwa janji Allah itu benar. Dan sesungguhnya kemenangan itu berasal
dari sisi-Nya. Dan bukan karena banyaknya jumlah tentara, oleh karena itu
mereka berkata:(“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan
golongan yang banyak dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”)
Apr 1, 2016
LAFAZKAN ISTIGHFAR
KISAH IMAM AHMAD, PENJUAL ROTI DAN ISTIGHFAR.
Suatu ketika Imam Ahmad bin Hanbal pergi bermusafir lalu apabila malam menjelma beliau singgah disebuah masjid dalam satu perkampungan bertujuan merehatkan badannya.
Namun penjaga masjid itu tidak mengenali Imam Ahmad. Penjaga masjid itu tidak membenarkan beliau berehat di masjid itu walaupun beberapa kali diminta dan dirayu oleh Imam Ahmad.
Imam Ahmad akur lalu beliau beredar dari masjid tersebut. Sampai di luar masjid Imam Ahmad bertembung dengan seorang penjual roti yg sedang dalam perjalanan pulang ke rumahnya.
Si penjual roti menegur Imam Ahmad dan mereka berbual seketika. Setelah mengetahui kisah Imam Ahmad tidak dibenarkan berehat di masjid, penjual roti itu lantas mengajak dan mempelawa Imam Ahmad untuk bermalam di rumahnya.
Sampai sahaja di rumah si penjual roti melayan Imam Ahmad selayaknya sebagai seorang tetamu. Dihidangnya makan dan minum dan berbual seketika tanpa dia mengetahui bahawa tetamunya itu seorang imam yg hebat iaitu Imam Ahmad bin Hanbal. Selepas itu si penjual roti menunjukkan tempat tidur utk Imam Ahmad berehat dan dia pun meminta diri kerana perlu menyiapkan rotinya yg akan dijual keesokan hari.
Imam Ahmad memerhatikan sahaja si penjual roti yg berhati mulia itu melaksanakan pekerjaannya dari awal hingga dia siap membakar rotinya. Suatu perkara yang menarik perhatian Imam Ahmad, sepanjang melakukan pekerjaan membuat roti itu si penjual roti tidak putus melafazkan istighfar di bibirnya. Sementara tangan si penjual roti ligat membuat kerja, bibirnya pula dibasahkan dengan istighfar tanpa henti dan tanpa jemu.
Lantas Imam Ahmad bertanya kepada si penjual roti:
"Aku melihat engkau melaksanakan pekerjaanmu sambil melafazkan istighfar tanpa henti. Apakah sudah lama engkau mengamalkan yang sedemikian? Apakah pula hasilnya yg engkau dapat?"
Jawab si penjual roti:
"Itulah amalanku (istighfar) telah sekian lama aku lakukan tanpa henti dan tanpa jemu."
"Dan faedah yg aku dapati daripada amalanku itu, tiada satu pun doa yg aku pohon kepada Allah melainkan akan diperkenankan oleh-NYA. Melainkan satu sahaja hajat dan doaku yg masih belum Allah berikan."
"Apakah hajatmu yg belum diperkenankan Allah itu?" tanya Imam Ahmad lagi.
Jawab si penjual roti:
"Aku sangat berhajat utk bertemu dengan imam yg hebat di zaman ini iaitu Imam Ahmad bin Hanbal."
Terkejut dan terkedu Imam Ahmad mendengar jawapan si penjual roti. Lantas beliau berkata:
"Rupanya ini semua perancangan Allah yg sgt hebat. Saya tidak dibenarkan berehat di masjid kerana untuk datang ke sini demi memenuhi doa dan permintaanmu."
"Apakah maksudmu wahai tetamu aku muliakan?" tanya si penjual roti dgn penuh kehairanan.
"Akulah Imam Ahmad bin Hanbal yg kau doa dan pohon pada Allah utk bertemu." jawab Imam Ahmad dengan linangan air mata.
Subhanallah...
❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
Rasulullah s.a.w bersabda yg bermaksud:
"Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), nescaya Allah menjadikan baginya pada setiap kesedihannya jalan keluar dan pada setiap kesempitan ada kelapangan dan Allah akan memberinya rezeki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka.”
(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
sumber online
"Salah ker aku pakai seluar/jubah labuh ni?"
AL-KAFI LI AL-FATAWI : SOALAN 205 (7 MAC 2016 M / 27 JAMADILAWAL 1437 H)
SOALAN:
Assalamualaikum wbt,
Boleh al-Fadhil SS Mufti berikan penjelasan berkenaan hukum isbal bagi lelaki?
Terima kasih.
JAWAPAN:
Waalaikumussalam wbt,
Dalam perbahasan fiqh, perkataan “isbal” boleh merujuk kepada pelbagai maksud. Sebahagian ulama merujuk istilah ini kepada perbuatan melepaskan tangan sewaktu membaca al-Fatihah semasa solat. Inilah pegangan sebahagian ulama dalam mazhab Maliki yang berbeza dengan qaul jumhur yang meletakkan hukum sunat untuk bersedekap, yakni meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
Isbal juga, kebiasaannya, merujuk kepada perbuatan seseorang melabuhkan pakaiannya, seperti jubah atau seluar, melebihi paras buku lali ke bawah. Perbuatan ini tidak ada masalah bahkan digalakkan bagi kaum wanita bagi menutup aurat mereka, tetapi bagi kaum lelaki, ulama berbeza pandangan.
Daripada Abu Dzar RA bahawa Rasulullah SAW bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ» قَالَ: فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَ مِرَارًا، قَالَ أَبُو ذَرٍّ: خَابُوا وَخَسِرُوا، مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «الْمُسْبِلُ، وَالْمَنَّانُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ»
Maksudnya: Tiga jenis manusia yang Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka pada Hari Kiamat, tidak juga melihat (yakni, mengendahkan) kepada mereka, tidak menyucikan mereka, dan bagi mereka azab yang pedih. Rasulullah SAW menyebut itu tiga kali. Lalu Abu Dzar berkata: Habislah dan rugilah mereka! Siapa mereka itu wahai Pesuruh Allah? Jawab Baginda: Orang yang melakukan isbal, dermawan (yang berbangga-bangga dengan pemberian), dan peniaga barang yang bersumpah palsu.
Hadis riwayat Muslim (106)
Sebahagian ulama menyebut sebab pengharaman isbal kerana perbuatan ini merujuk kepada suatu adat jahiliyyah bagi golongan bangsawan yang melabuhkan pakaian mereka meleret ke belakang sampaikan dijinjing oleh hamba-hamba mereka. Sikap ini melambangkan ketakburan dan menunjuk-nunjuk kekayaan. Sikap ini juga menafikan sifat tawaduk.
Ini bertepatan dengan firman Allah Taala:
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَن تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَن تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا
Maksudnya: Dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan berlagak sombong, kerana sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembusi bumi, dan engkau tidak akan dapat menyamai setinggi gunung-ganang.
Surah al-Isra’, 17:37
Perlu diperhatikan di sini adakah larangan ini menunjukkan larangan bersifat ta`abbudi seperti ibadah khas atau mahdhah atau dalam perkara keduniaan yang terikat dengan illah. Syeikh Dr. Yusuf al-Qaradhawi menghuraikan perkara ini dalam kitabnya Bagaimana Kita Berinteraksi dengan Sunnah Nabawiyyah (كيف نتعامل مع السنة النبوية) halaman 124-125, dengan menaqalkan hadis lain daripada Abdullah bin Umar R.anhuma bahawa Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ، لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ القِيَامَةِ» فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي، إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلاَءَ
Maksudnya: “Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya secara sombong, maka Allah tidak akan melihat kepadanya pada Hari Kiamat.” Maka berkata Abu Bakar (R.A): “Sesungguhnya sebelah pakaianku meleret ke bawah jika aku tidak menjaganya.” Sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya engkau tidak melakukan demikian itu dengan kesombongan.”
Hadis riwayat al-Bukhari (3665).
Al-Qaradhawi juga menyebut tarjih yang dilakukan oleh Imam Nawawi dan Imam Ibn Hajar al-Asqalani bahawa perbuatan haramnya isbal itu dikaitkan dengan sifat (خيلاء) yakni menyombong.
Justeru, apabila dibaca nas-nas yang berkaitan, kesimpulan yang diperoleh ialah, jika kebiasaan seseorang, dan masyarakatnya, melakukan isbal tanpa bertujuan sombong dan kemegahan maka ini terkecuali daripada larangan dalam hadis tersebut.
Wallahua`lam.
sumber: Hukum Isbal oleh SS. Mufti Wilayah Persekutuan
Mar 30, 2016
MARAH & HATI
KENAPA MANUSIA MENJERIT-JERIT MASA MARAH?
Seorang Syeikh berjalan dengan para muridnya. Mereka melihat ada sebuah keluarga yang sedang bertengkar dan saling berteriak.
Syeikh tersebut berpaling kepada muridnya dan bertanya : "Mengapa orang saling berteriak jika mereka sedang marah?".
Salah seorang murid menjawab : "Karena kehilangan sabar sebab itulah mereka berteriak."
"Tetapi , mengapa harus berteriak kepada orang yang berada di sebelahnya?
Bukankah pesan yang ia sampaikan boleh diucapkan dengan perlahan saja?" Tanya Syeikh menguji murid2nya.
Muridnya pun saling memberikan jawapan, namun tidak satupun jawapan yang mereka sepakati.
Akhirnya Syeikh berkata : "Bila dua orang sedang marah, ketahuilah hati mereka saling berjauhan. Untuk dapat menempuh jarak yang jauh itu, mereka mesti berteriak agar perkataannya dapat didengar. Semakin marah, maka akan semakin kuat teriakannya. Karena jarak kedua hati semakin jauh".
"Begitu juga sebaliknya, di saat kedua insan saling jatuh cinta?" Tanya Syeikh.
"Mereka tidak saling berteriak antara yang satu dengan yang lain. Mereka berbicara lembut karena hati mereka berdekatan. Jarak antara ke 2 hati sangat dekat."
"Bila mereka semakin lagi saling mencintai, apa yang terjadi?", Mereka tidak lagi bicara. Mereka Hanya berbisik dan saling mendekat dalam kasih-sayang. Pada Akhirnya , mereka bahkan tidak perlu lagi berbisik. Mereka cukup hanya dengan saling memandang. Itu saja. Sedekat itulah dua insan yang saling mengasihi."
Syeikh memandang muridnya dan mengingatkan dengan lembut : "Jika terjadi pertengkaran di antara kalian, jangan biarkan hati kalian berjauhan. Jangan ucapkan perkataan yang membuat hati kian menjauh. Karena jika kita biarkan, satu hari jaraknya tidak akan lagi boleh ditempuh"!!
Sumber Internet.
Mar 29, 2016
Kenapa 'Aku' Diuji?
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ
Mar 27, 2016
"Menadah air didalam bekas yang berlubang.."
إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لأَنْ يُقَالَ جَرِىءٌ. فَقَدْ قِيلَ. ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ
Mar 25, 2016
PROGRAM SOLAT SUNAT ISTISQA
Alhamdulillah. Taqabbalallahu minna waminkum taqabbal ya Kareem!
- Pengerusi Umum : Azib Muhaimin
Senyumlah...
Senyum itu Sedekah
- Rasulullah SAW merupakan contoh yang paling tepat dan baik di dalam semua perkara.
- Seseorang itu dilarang ketawa sehingga terbahak-bahak. Banyak ketawa menunjukkan seseorang itu lalai daripada mengingati Allah dan menghilangkan rasa hormat daripada orang lain.
- Islam sentiasa menggalakkan seseorang itu senyum, kerana senyuman itu merupakan satu sedekah.